Mengapa
manusia tidak belajar banyak dari pengalaman pahit orang lain. Bahwa ketika ia
mengeluh kepada sesamanya, kehinaan yang kemudian ia dapat kelak.
Siapa manusia yang
tidak punya sahabat? Siapa manusia yang tidak punya kawan? Hampir rata-rata
punya. Kesedihan dan kesepianlah yang ada bila seseorang hidup sendirian tanpa
ada yang menemani. Tapi bila sahabat yang kita jadikan sahabat, kawan yang kita
jadikan kawan, kemudian kelak ada perselisihan sedikit saja dengan kita, maka
rahasia barat dan timur segera terbuka. Itu hanya akan terjadi bila kita sering
mengadukan masalah kita kepada dia, dan sering mengeluhkesahkan kesusahan
kepadanya. Sebab hal ini ternyata menjadi bumerang buat diri kita sendiri.
Memang salah satu
sifat manusia adalah “gatel”. Bukan gatel pengen digaruk, tapi gatel untuk
berkeluh kesah. Kerjaannya banyak mengeluh. Tidak laki-laki tidak perempuan.
Dua-duanya senang mengadukan kesulitan hidupnya pada orang lain. Andai kita
tahu bahayanya, tentu kita akan sedikit mengerem kegatelan kita ini. Apalagi
mestinya kita tahu, bahwa seberapapun hebatnya kita mengeluh, yang menakdirkan
bisa menolong hanyalah kehendak Allah. Bukan sahabat kita, bukan saudara kita.
Dalam hal ini
Rasul pernah memberi tahu, bahwa seharusnya kita ridha akan apa yang menimpa
kita, akan apa yang terjadi pada kehidupan kita. Supaya mutiara kesulitan kita
bisa dapatkan seiring dengan kesabaran kita menerimanya sebagai sebuah
ketetapan Allah. Tapi yang terjadi, kita kehilangan sesuatu, lalu kita
mengeluhkannya. Maka kita menjadi rugi dua kali. Pertama rugi sebab kehilangan
barang yang boleh jadi kita cintai, yang kedua, rugi sebab kita tidak dapatkan
penggantinya sebab kita tidak ridho [dilihat dari mengeluhnya]. Oleh karenanya
kata Rasul, musibah itu satu kesusahan, tapi bila mengeluh menjadikan dua
kesusahan.
Di lain kesempatan
Rasul menegaskan, “barangsiapa yang bangun di pagi hari lantas mengadukan
kesulitan hidupnya kepada orang lain, maka seolah-olah dia mengadukan Tuhannya
[tidak rela akan takdir-Nya]. Dan barangsiapa bangun di pagi hari dalam keadaan
sedih karena urusan duniawi, maka di pagi itu dia telah membenci Allah.”
“Sesungguhnya
manusia itu diciptakan berkeluh kesah. Jika diberi keburukan dia mengeluh, tapi
bila diberi kebaikan dia menjadi pelit. Kecuali mereka yang shalat dan menjaga
shalatnya.” (al Ma’arij: 19-23).
Pada suatu hari
Rasul bertanya kepada para sahabatnya, perlukah aku mengajarkan kepada kamu
semua, wahai sahabatku, doanya Musa ‘alaihissalam ketika melewati lautan
bersama Bani Israil? Jawab sahabat, perlu ya Rasul? Kalau begitu bacalah ini,
kata Rasul:
Allâhumma
lakal hamdu wa ilaikal musytakâ wa antal musta’ân wa lâ hawla wa lâ quwwata
illâ billâhil ‘aliyyil ‘adzhîem.
Ya Allah,
bagi-Mu segala puji-pujian. Kepada Engkaulah aku mengadu, dan hanya Engkau yang
bisa memberi pertolongan, serta tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah
Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung.
Ya sudahlah, kita
punya Allah Yang Maha Mendengar dan Maha Menjaga segala rahasia. Mulai sekarang,
jadikan Allah sebagai satu-satunya mitra berkeluh kesah dan sekaligus memohon
pertolongan-Nya.
***
Ada Yang Maha
Mendengar, yaitu Engkau, tapi kami mencari yang tuli, yaitu manusia. Ada Yang
Maha Membantu, yaitu Engkau, tapi kami mencari yang buta, yaitu manusia. Ada
Yang Maha Menolong, yaitu Engkau, tapi kami mencari yang diam, yaitu manusia.
Ada Yang Maha Berkuasa, yaitu Engkau, tapi kami mencari yang lemah dan tak bisa
berbuat apa-apa, yaitu manusia.
Bisa apa
manusia yang lain? Bisanya hanya berdiri di kepentingan dirinya sendiri –
kebanyakan. Bisa apa manusia yang lain? Bisanya hanya diam tak bisa membantu –
kebanyakan. Bisa apa manusia yang lain? Bisanya hanya balik menghina dan
menertawakan – kebanyakan.
Maafkan kami ya Allah, maafkan…
Maafkan kami ya Allah, maafkan…
No comments:
Post a Comment